Tuesday, March 20, 2012

PENGENDALIAN GULMA PADA TANAMAN KEDELAI ( Glycine max L )


PENGENDALIAN GULMA PADA TANAMAN KEDELAI
( Glycine max L )

Diajukan guna memenuhi tugas
mata kuliah Pengendalian Hama Penyakit Gulma
Dosen pengampu : Ir. Endang Dewi Murrinie, MP


 







Kelompok II :
1.         Nurul Sofiati         (2009-41-003)
2.         Darsono                 (2009-41-
3.         Miftakhul Huda    (2009-41
4.         Bayu Widodo       (2009-41



PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
2011

I.    PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Organisme pengganggu tanaman atau sering disingkat OPT, merupakan organisme-organisme yang dapat merusak tanaman baik secara langsung ataupun tidak langsung. Kerusakan tersebut dapat menimbulkan kerugian baik dari segi kualitas ataupun kuantitas panen, sehingga merugikan secara ekonomi.Untuk menghindari kerugian karena serangan OPT, tanaman harus dilindungi dengan cara mengendalikan OPT tersebut. Dengan istilah "mengendalikan", OPT tidak harus diberantas habis. Dengan usaha pengendalian populasi atau tingkat kerusakan kardna OPT ditekan serendah mungkin sehingga secara ekonomis tidak merugikan (Djojosumarto, 2004).
Menurut wikipedia, (Wikipedia, 2010) gulma adalah tumbuhan yang kehadirannya tidak diinginkan pada lahan pertanian karena menurunkan hasil yang bisa dicapai oleh tanaman produksi. Batasan gulma bersifat teknis dan plastis. Teknis, karena berkait dengan proses produksi suatu tanaman pertanian. Keberadaan gulma menurunkan hasil karena mengganggu pertumbuhan tanaman produksi melalui kompetisi. Plastis, karena batasan ini tidak mengikat suatu spesies tumbuhan. Pada tingkat tertentu, tanaman berguna dapat menjadi gulma. Sebaliknya, tumbuhan yang biasanya dianggap gulma dapat pula dianggap tidak mengganggu. Contoh, kedelai yang tumbuh di sela-sela pertanaman monokultur kedelai dapat dianggap sebagai gulma, namun pada sistem tumpang sari keduanya merupakan tanaman utama. Meskipun demikian, beberapa jenis tumbuhan dikenal sebagai gulma utama, seperti teki dan alang-alang.
Ilmu yang mempelajari gulma, perilakunya, dan pengendaliannya dikenal sebagai ilmu gulma.  Gulma dapat tumbuh dengan baik dan menimbulkan gangguan dalam proses budidaya pertanian. Dalam hal ini, gulma umumnya memiliki kemampuan adaptasi yang baik dibandingkan tanaman. Akan tetapi, tidak berarti bahwa gulma selalu hidup dengan baik tanpa mengalami cekaman dalam lingkungan. Hal ini berkaitan dengan siklus hidup dan komunitas dalam ekosistem itu sendiri.Kehadiran gulma sendiri secara langsung dapat mempengaruhi produksi tanaman, baik secara kualitas maupun kuantitas, kemudian juga dapat menghambat praktek budidaya pertanian. seperti dengan adanya gulma kualitas akan menurun, karena biji gulma tersebut tercampur pada saat pengolahan tanah. kemudian kuantitas juga akan menurun, karena terjadi kompetisi dalam sarana tumbuh ( hara, air, udara, cahaya, ruang gerak ) dalam jumlah terbatas, tergantung dari varietas, kesuburan, jenis, kerapatan, dan lamanya tumbuh.Hal inilah yang kemudian menimbulkan gagasan petani untuk mengendalikan gulma. Dengan tujuan untuk meningkatkan atau mempertahankan produktifitas tanaman.
Pada pertanian konvensional, pengendalian gulma pada pertanaman kedelai dapat dilakukan melalui pengolahan tanah dan penyiangan atau pengendalian manual, tetapi pengolahan tanah secara konvensional memerlukan waktu, tenaga, dan biaya yang besar. Pada tanah dengan tekstur lempug berpasir, lempung berdebu, dan liat, kedelai yang dibudidayakan tanpa olah tanah memberikan hasil yang sama tingginya dengan yang dibudidayakan dengan pengolahan tanah konvensional (Widiyati et al. 2001 dalam Fadhly, 2004). 
Umumnya, gulma pada pertanaman kedelai tanpa induksi olah tanah dapat dikendalikan dengan herbisida. Sebelum kedelai ditanam, herbisida disemprotkan untuk mematikan gulma yang tumbuh diareal pertanaman atau biasa disebut pengendalian pratumbuh. Kemudian, setelah kedelai tumbuh, gulma masih perlu dikendallikan untuk melindungi tanaman. Pengendalian pada fase ini dapat dilakukan dengan cara manual seperti penyiangan dengan tangan , penggunaan alat mekanis, dan secara kimiawi dengan penyemprotan herbisida. Akan tetapi Penggunaan herbisida secara berlebihan akan merusak lingkungan. Untuk menekan atau meniadakan dampak negatif penggunaan herbisida terhadap lingkungan, penggunaannya perlu dibatasi degan memadukan dengan cara pengendalian lainnya (Fadhly et al, 2004).
Kehadiran gulma dalam siklus hidup tanaman tidak selalu berpengaruh negatif terhadap tanaman budidaya. Dalam hal ini, terdapat suatu periode dimana tanaman budidaya peka terhadap kehadiran gulma di dalam lingkungan hidup tumbuh tanaman. Periode waktu ini umumnya dikatakan sebagai periode kritis. Pada periode atau selang waktu tersebut tanaman sangat peka terhadap kecaman dari lingkungan, baik ruang tumbuh, unsur hara, air atau cahaya matahari. Oleh sebab itu, pada periode kritis tersebut kehadiran gulma akan sangat mengganggu tanaman, dan apabila tanaman kalah bersaing dalam memanfaatkan faktor-faktor lingkungan tersebut maka produksi akhir tanaman akan sangat menurun. Pada periode inilah gulma harus dikendalikan agar tidak mengganggu siklus hidup dan metabolisme tanaman budidaya. Pengetahuan mengenai periode kritis tanaman yang akan dibudidayakan memiliki kolerasi yang positif terhadap persaingan gulma. Sehingga, pengetahuan ini merupakan salah satu langkah yang penting dalam menyusun rencana pengendalian yang tepat, efektif dan efisien.

















II.  PEMBAHASAN

Pengendalian Gulma
Keberhasilan pengendalian gulma merupakan salah satu faktor penentu tercapainya tingkat hasil kedelai yang tinggi. Gulma dapat dikendalikan melalui berbagai aturan dan karantina; secara biologi degan menggunakan organisme hidup; secara fisik dengan membakar dan menggenagi, melalui budidaya dengan pergiliran tanaman, penigkatan daya saing dan penggunaan mulsa; secara mekanis dengan mencabut; membabat, menginjak, menyiangi dengan tangan, dan mengolah tanah dengan alat mekanis bermesin dan nonmesin, secara kimiawi menggunakan herbisida. Gulma pada pertanaman kedelai umumnya dikendalikan dengan cara mekanis dan kimiawi. Pengendalian gulma secara kimiawi berpotensi merusak lingkungan sehingga perlu dibatasi memalui pemaduan dengan cara pengendalian lainya. 

Cara-cara Pengendalian Gulma
Pengendalian dapat berbentuk pencegahan dan pemberantasan. Mencegah biasanya lebih murah tetapi tidak selalu lebih mudah. Di negara-negara yang sedang membangun kegiatan pengendalian yang banyak dilakukan orang adalah pemberantasan. Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan cara-cara :
1.      Preventif (pencegahan)
Cara ini terutama ditujukan terhadap species-species gulma yang sangat merugikan dan belum terdapat tumbuh di lingkungan kita. Species gulma asing yang cocok tumbuh di tempat-tempat baru dapat menjadi pengganggu yang dahsyat (eksplosif). Misalnya kaktus di Australia, eceng gondok di Asia-Afrika. Cara-cara pencegahan masuk dan menyebarkan gulma baru antara lain adalah :
a. Dengan pembersihan bibit-bibit pertanaman dari kontaminasi biji-biji gulma
b. Pencegahan pemakaian pupuk kandang yang belum matang
c. Pencegahan pengangkutan jarak jauh jerami dan rumput-rumput makanan ternak
d. Pemberantasan gulma di sisi-sisi sungai dan saluran-saluran pengairan
e. Pembersihan ternak yang akan diangkut
f. Pencegahan pengangkutan tanaman berikut tanahnya dan lain sebagainya.
Apabila hal-hal tersebut di atas tidak dapat dilaksanakan dengan baik, maka harus dicegah pula agar jangan sampai gulma berbuah dan berbunga. Di samping itu juga mencegah gulma tahunan (perennial weeds) jangan sampai berbiak terutama dengan cara vegetatif.

2.      Pengendalian gulma secara fisik
Pengendalian gulma secara fisik ini dapat dilakukan dengan jalan :
a.    Pengolahan tanah
Pengolahan tanah dengan menggunakan alat-alat seperti cangkul, garu, bajak, traktor dan sebagainya pada umumnya juga berfungsi untuk memberantas gulma. Efektifitas alat-alat pengolah tanah di dalam memberantas gulma tergantung beberapa faktor seperti siklus hidup dari gulma atau kropnya, dalam dan penyebaran akar, umur dan ukuran infestasi, macamnya krop yang ditanaman, jenis dan topografi tanah dan iklim.
b.   Pembabatan (pemangkasan, mowing)
Pembabatan umumnya hanya efektif untuk mematikan gulma setahun dan relatif kurang efektif untuk gulma tahunan. Efektivitas cara ini tergantung pada waktu pemangkasan, interval (ulangan) dan sebagainya. Pembabatan biasanya dilakukan di perkebunan yang mempunyai krop berupa pohon, pada halaman-halaman, tepi jalan umum, jalan kereeta pai, padang rumput dan sebagainya. Pembabatan sebaiknya dilakukan pada waktu gulma menjelang berbunga atau pada waktu daunnya sedang tumbuh dengan hebat.
c.    Penggenangan
Penggenangan efektif untuk memberantas gulma tahunan. Caranya dengan menggenangi sedalam 15 – 25 cm selama 3 – 8 minggu. Gulma yang digenangi harus cukup terendam, karena bila sebagian daunnya muncul di atas air maka gulma tersebut umumnya masih dapat hidup.
d.   Pembakaran
Suhu kritis yang menyebabkan kematian pada kebanyakan sel adalah 45 – 550 C, tetapi biji-biji yang kering lebih tahan daripada tumbuhannya yang hidup. Kematian dari sel-sel yang hidup pada suhu di atas disebabkan oleh koagulasi pada protoplasmanya. Pembakaran secara terbatas masih sering dilakukan untuk membersihkan tempat-tempat dari sisa-sisa tumbuhan setelah dipangkas. Pada sistem peladangan di luar Jawa cara ini masih digunakan oleh penduduk setempat. Pembakaran umumnya banyak dilakukan pada tanah-tanah yang non pertanian, seperti di pinggir-pinggir jalan, pinggir kali, hutan dan tanah-tanah industri.
Keuntungan pembakaran untuk pemberantasan gulma dibanding dengan pemberantasan secara kimiawi adalah pada pembakaran tidak terdapat efek residu pada tanah dan tanaman. Keuntungan lain dari pembakaran ialah insekta-insekta dan hama-hama lain serta penyakit seperti cendawan-cendawan ikut dimatikan. Kejelekannya ialah bahaya kebakaran bagi sekelilingnya, mengurangi kandungan humus atau mikroorganisme tanah, dapat memperbesar erosi, biji-biji gulma tertentu tidak mati, asapnya dapat menimbulkan alergi dan sebagainya.
e.    Mulsa (mulching, penutup seresah)
Penggunaan mulsa dimaksudkan untuk mencegah agar cahaya matahari tidak sampai ke gulma, sehingga gulma tidak dapat melakukan fotosintesis, akhirnya akan mati dan pertumbuhan yang baru (perkecambahan) dapat dicegah. Bahan-bahan yang dapat digunakan untuk mulsa antara lain jerami, pupuk hijau, sekam, serbuk gergaji, kertas dan plastik.

a.      Pengendalian gulma dengan sistem budidaya
Cara pengendalian ini juga disebut pengendalian secara ekologis, oleh karena menggunakan prinsip-prinsip ekologi yaitu mengelola lingkungan sedemikian rupa sehingga mendukung dan menguntungkan pertanaman tetapi merugikan bagi gulmanya. Di dalam pengendalian gulma dengan sistem budidaya ini terdapat beberapa cara yaitu :
·      Pergiliran Tanaman
Pergiliran tanaman bertujuan untuk mengatur dan menekan populasi gulma dalam ambang yang tidak membahayakan. Coontoh : padi – tebu – kedelai, padi – tembakau – padi. Tanaman tertentu biasanya mempunyai jenis gulma tertentu pula, karena biasanya jenis gulma itu dapat hidup dengan leluasa pada kondisi yang cocok untuk pertumbuhannya. Sebagai contoh gulma teki (Cyperus rotundus) sering berada dengan baik dan mengganggu pertanaman tanah kering yang berumur setahun (misalnya pada tanaman cabe, tomat, dan sebagainya). Demikian pula dengan wewehan (Monochoria vaginalis) di sawah-sawah. Dengan pergiliran tanaman, kondisi mikroklimat akan dapat berubah-ubah, sehingga gulma hidupnya tidak senyaman sebelumnya.
·      Budidaya pertanaman
Penggunaan varietas tanaman yang cocok untuk suatu daerah merupakan tindakan yang sangat membantu mengatasi masalah gulma. Penanaman rapat agar tajuk tanaman segera menutupi ruang-ruang kosong merupakan cara yang efektif untuk menekan gulma. Pemupukan yang tepat merupakan cara untuk mempercepat pertumbuhan tanaman sehingga mempertinggi daya saing pertanaman terhadap gulma. Waktu tanaman lambat, dengan membiarkan gulma tumbuh lebih dulu lalu diberantas dengan pengolahan tanah atau herbisida. Baru kemudian tanaman ditanam pada tanah yang sebagian besar gulmanya telah mati terberantas.
·      Penaungan dengan tumbuhan penutup (cover crops)
Mencegah perkecambahan dan pertumbuhan gulma, sambil membantu pertanaman pokoknya dengan pupuk nitrogen yang kadang-kadang dapat dihasilkan sendiri.

b.      Pengendalian gulma secara biologis
Pengendalian gulma secara biologis (hayati) ialah pengendalian gulma dengan menggunakan organisme lain, seperti insekta, fungi, ternak, ikan dan sebagainya. Pengendalian biologis yang intensif dengan insekta atau fungi biasanya hanya ditujukan terhadap suatu species gulma asing yang telah menyebar secara luas dan ini harus melalui proses penelitian yang lama serta membutuhkan ketelitian. Juga harus yakin apabila species gulma yang akan dikendalikan itu habis, insekta atau fungi tersebut tidak menyerang tanaman atau tumbuhan lain yang mempunyai arti ekonomis.
Sebagai contoh pengendalian biologis dengan insekta yang berhasil ialah pengendalian kaktus Opuntia spp. Di Australia dengan menggunakan Cactoblastis cactorum, dan pengendalian Salvinia sp. dengan menggunakan Cyrtobagous singularis. Demikian juga eceng gondok (Eichhornia crassipes) dapat dikendalikan secara biologis dengan kumbang penggerek Neochetina bruchi dan Neochetina eichhorniae. Sedangkan jamur atau fungi yang berpotensi dapat mengendalikan gulma secara biologis ialah Uredo eichhorniae untuk eceng gondok, Myrothesium roridum untuk kiambang , dan Cerosporasp. untuk kayu apu. Di samping pengendalian biologis yang tidak begitu spesifik terhadap species-species tertentu seperti penggunaan ternak dalam pengembalaan, kalkun pada perkebunan kapas, ikan yang memakan gulma air dan sebagainya.

c.       Pengendalian gulma secara kimiawi
Pengendalian gulma secara kimiawi adalah pengendalian gulma dengan menggunakan herbisida. Yang dimaksud dengan herbisida adalah senyawa kimia yang dapat digunakan untuk mematikan atau menekan pertumbuhan gulma, baik secara selektif maupun non selektif. Macam herbisida yang dipilih bisa kontak maupun sistemik, dan penggunaannya bisa pada saat pratanam, pratumbuh atau pasca tumbuh. Keuntungan pengendalian gulma secara kimiawi adalah cepat dan efektif, terutama untuk areal yang luas. Beberapa segi negatifnya ialah bahaya keracunan tanaman, mempunyai efek residu terhadap alam sekitar dan sebagainya. Sehubungan dengan sifatnya ini maka pengendalian gulma secara kimiawi ini harus merupakan pilihan terakhir apabila cara-cara pengendalian gulma lainnya tidak berhasil. Untuk berhasilnya cara ini memerlukan dasar-dasar pengetahuan yang cukup dan untuk itu akan diuraikan tersendiri lebih lanjut.

d.      Pengendalian gulma secara terpadu
Yang dimaksud dengan pengendalian gulma secara terpadu yaitu pengendalian gulma dengan menggunakan beberapa cara secara bersamaan dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya.









III.    PENUTUP
Walaupun telah dikenal beberapa cara pengendalian gulma antara lain secara budidaya, fisik, biologis dan kimiawi serta preventif, tetapi tidak satupun cara-cara tersebut dapat mengendalikan gulma secara tuntas. Untuk dapat mengendalikan suatu species gulma yang menimbulkan masalah ternyata dibutuhkan lebih dari satu cara pengendalian. Cara-cara yang dikombinasikan dalam cara pengendalian secara terpadu ini tergantung pada situasi, kondisi dan tujuan masing-masing, tetapi umumnya diarahkan agar mendapatkan interaksi yang positif, misalnya paduan antara pengolahan tanah dengan pemakaian herbisida, jarak tanam dengan penyiangan, pemupukan dengan herbisida dan sebagainya, di samping cara-cara pengelolaan pertanaman yang lain.



DAFTAR PUSTAKA

[Tyas]. 2010. Persaingan Gulma Teki dengan Tanaman Kedelai. http://breederlife.blogspot.com/2010/02/persaingan-gulma-teki-dengan-tanaman.html/ (diakses 23 Desember 2010).
Ashton, F. M. adnd T. J. Monaco. 1991. Weed Science: Principles and Pratice. 3rd Ed. John Wiley and Sons, Inc.: New York. 466 p.
Eprim, Yeheskiel Sah. 2006. Periode Kritis Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) Terhadap Kompetisi Gulma Pada Beberapa Jarak Tanam di Lahan Alang-alang (Imprata cylindrica (L.)Beauv.). Skripsi. Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. 
Fadhly, A.F. dan Tabri, F. 2004. Pengendalian Gulma pada Pertanaman Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros. Goldsworthy, P. R. dan N.M. Fischer. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta. 874 hal. 
Smith, J. R. 1981. Weed of Majpr Economic Importance in Rice and Yields Loisses Due to Weed Competition. P 19-36. In Procidings of The Conference on Weed Control of Rice. IRRI. Manila. Philippines. 
Sudarmo, RM. 1997. Pengendalian Serangga Hama Sayuran dan Palawija. Jakarta: Kanisius.

No comments:

Post a Comment