PENGENDALIAN
GULMA PADA TANAMAN KEDELAI
( Glycine
max L )
Diajukan guna memenuhi tugas
mata kuliah Pengendalian Hama
Penyakit Gulma
Dosen pengampu : Ir. Endang Dewi Murrinie, MP
Kelompok
II :
1.
Nurul Sofiati (2009-41-003)
2.
Darsono (2009-41-
3.
Miftakhul Huda (2009-41
4.
Bayu Widodo (2009-41
PROGRAM
STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
MURIA KUDUS
2011
I. PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Organisme pengganggu tanaman atau sering
disingkat OPT, merupakan organisme-organisme yang dapat merusak tanaman baik
secara langsung ataupun tidak langsung. Kerusakan tersebut dapat menimbulkan
kerugian baik dari segi kualitas ataupun kuantitas panen, sehingga merugikan
secara ekonomi.Untuk menghindari kerugian karena serangan OPT, tanaman harus
dilindungi dengan cara mengendalikan OPT tersebut. Dengan istilah
"mengendalikan", OPT tidak harus diberantas habis. Dengan usaha
pengendalian populasi atau tingkat kerusakan kardna OPT ditekan serendah
mungkin sehingga secara ekonomis tidak merugikan (Djojosumarto, 2004).
Menurut wikipedia, (Wikipedia, 2010)
gulma adalah tumbuhan yang kehadirannya tidak diinginkan pada lahan pertanian
karena menurunkan hasil yang bisa dicapai oleh tanaman produksi. Batasan gulma
bersifat teknis dan plastis. Teknis, karena berkait dengan proses produksi
suatu tanaman pertanian. Keberadaan gulma menurunkan hasil karena mengganggu
pertumbuhan tanaman produksi melalui kompetisi. Plastis, karena batasan ini
tidak mengikat suatu spesies tumbuhan. Pada tingkat tertentu, tanaman berguna
dapat menjadi gulma. Sebaliknya, tumbuhan yang biasanya dianggap gulma dapat
pula dianggap tidak mengganggu. Contoh, kedelai yang tumbuh di sela-sela pertanaman
monokultur kedelai dapat dianggap sebagai gulma, namun pada sistem tumpang sari
keduanya merupakan tanaman utama. Meskipun demikian, beberapa jenis tumbuhan
dikenal sebagai gulma utama, seperti teki dan alang-alang.
Ilmu yang mempelajari gulma, perilakunya,
dan pengendaliannya dikenal sebagai ilmu gulma.
Gulma dapat tumbuh dengan baik dan menimbulkan gangguan dalam proses
budidaya pertanian. Dalam hal ini, gulma umumnya memiliki kemampuan adaptasi
yang baik dibandingkan tanaman. Akan tetapi, tidak berarti bahwa gulma selalu
hidup dengan baik tanpa mengalami cekaman dalam lingkungan. Hal ini berkaitan
dengan siklus hidup dan komunitas dalam ekosistem itu sendiri.Kehadiran gulma
sendiri secara langsung dapat mempengaruhi produksi tanaman, baik secara kualitas
maupun kuantitas, kemudian juga dapat menghambat praktek budidaya pertanian.
seperti dengan adanya gulma kualitas akan menurun, karena biji gulma tersebut
tercampur pada saat pengolahan tanah. kemudian kuantitas juga akan menurun,
karena terjadi kompetisi dalam sarana tumbuh ( hara, air, udara, cahaya, ruang
gerak ) dalam jumlah terbatas, tergantung dari varietas, kesuburan, jenis,
kerapatan, dan lamanya tumbuh.Hal inilah yang kemudian menimbulkan gagasan
petani untuk mengendalikan gulma. Dengan tujuan untuk meningkatkan atau mempertahankan
produktifitas tanaman.
Pada pertanian konvensional,
pengendalian gulma pada pertanaman kedelai dapat dilakukan melalui pengolahan
tanah dan penyiangan atau pengendalian manual, tetapi pengolahan tanah secara
konvensional memerlukan waktu, tenaga, dan biaya yang besar. Pada tanah dengan
tekstur lempug berpasir, lempung berdebu, dan liat, kedelai yang dibudidayakan
tanpa olah tanah memberikan hasil yang sama tingginya dengan yang dibudidayakan
dengan pengolahan tanah konvensional (Widiyati et al. 2001 dalam Fadhly,
2004).
Umumnya, gulma pada pertanaman kedelai
tanpa induksi olah tanah dapat dikendalikan dengan herbisida. Sebelum kedelai
ditanam, herbisida disemprotkan untuk mematikan gulma yang tumbuh diareal
pertanaman atau biasa disebut pengendalian pratumbuh. Kemudian, setelah kedelai
tumbuh, gulma masih perlu dikendallikan untuk melindungi tanaman. Pengendalian
pada fase ini dapat dilakukan dengan cara manual seperti penyiangan dengan
tangan , penggunaan alat mekanis, dan secara kimiawi dengan penyemprotan
herbisida. Akan tetapi Penggunaan herbisida secara berlebihan akan merusak
lingkungan. Untuk menekan atau meniadakan dampak negatif penggunaan herbisida
terhadap lingkungan, penggunaannya perlu dibatasi degan memadukan dengan cara
pengendalian lainnya (Fadhly et al, 2004).
Kehadiran gulma dalam siklus hidup
tanaman tidak selalu berpengaruh negatif terhadap tanaman budidaya. Dalam hal
ini, terdapat suatu periode dimana tanaman budidaya peka terhadap kehadiran gulma
di dalam lingkungan hidup tumbuh tanaman. Periode waktu ini umumnya dikatakan
sebagai periode kritis. Pada periode atau selang waktu tersebut tanaman sangat
peka terhadap kecaman dari lingkungan, baik ruang tumbuh, unsur hara, air atau
cahaya matahari. Oleh sebab itu, pada periode kritis tersebut kehadiran gulma
akan sangat mengganggu tanaman, dan apabila tanaman kalah bersaing dalam
memanfaatkan faktor-faktor lingkungan tersebut maka produksi akhir tanaman akan
sangat menurun. Pada periode inilah gulma harus dikendalikan agar tidak
mengganggu siklus hidup dan metabolisme tanaman budidaya. Pengetahuan mengenai
periode kritis tanaman yang akan dibudidayakan memiliki kolerasi yang positif
terhadap persaingan gulma. Sehingga, pengetahuan ini merupakan salah satu
langkah yang penting dalam menyusun rencana pengendalian yang tepat, efektif
dan efisien.
II. PEMBAHASAN
Pengendalian
Gulma
Keberhasilan
pengendalian gulma merupakan salah satu faktor penentu tercapainya tingkat
hasil kedelai yang tinggi. Gulma dapat dikendalikan melalui berbagai aturan dan
karantina; secara biologi degan menggunakan organisme hidup; secara fisik
dengan membakar dan menggenagi, melalui budidaya dengan pergiliran tanaman,
penigkatan daya saing dan penggunaan mulsa; secara mekanis dengan mencabut;
membabat, menginjak, menyiangi dengan tangan, dan mengolah tanah dengan alat
mekanis bermesin dan nonmesin, secara kimiawi menggunakan herbisida. Gulma pada
pertanaman kedelai umumnya dikendalikan dengan cara mekanis dan kimiawi. Pengendalian
gulma secara kimiawi berpotensi merusak lingkungan sehingga perlu dibatasi
memalui pemaduan dengan cara pengendalian lainya.
Cara-cara Pengendalian Gulma
Pengendalian dapat
berbentuk pencegahan dan pemberantasan. Mencegah biasanya lebih murah tetapi
tidak selalu lebih mudah. Di negara-negara yang sedang membangun kegiatan
pengendalian yang banyak dilakukan orang adalah pemberantasan. Pengendalian
gulma dapat dilakukan dengan cara-cara :
1.
Preventif (pencegahan)
Cara ini terutama
ditujukan terhadap species-species gulma yang sangat merugikan dan belum
terdapat tumbuh di lingkungan kita. Species gulma asing yang cocok tumbuh di
tempat-tempat baru dapat menjadi pengganggu yang dahsyat (eksplosif). Misalnya
kaktus di Australia, eceng gondok di Asia-Afrika. Cara-cara pencegahan masuk
dan menyebarkan gulma baru antara lain adalah :
a. Dengan pembersihan
bibit-bibit pertanaman dari kontaminasi biji-biji gulma
b. Pencegahan
pemakaian pupuk kandang yang belum matang
c. Pencegahan
pengangkutan jarak jauh jerami dan rumput-rumput makanan ternak
d. Pemberantasan gulma
di sisi-sisi sungai dan saluran-saluran pengairan
e. Pembersihan ternak
yang akan diangkut
f. Pencegahan
pengangkutan tanaman berikut tanahnya dan lain sebagainya.
Apabila
hal-hal tersebut di atas tidak dapat dilaksanakan dengan baik, maka harus
dicegah pula agar jangan sampai gulma berbuah dan berbunga. Di samping itu juga
mencegah gulma tahunan (perennial weeds) jangan sampai berbiak terutama dengan
cara vegetatif.
2.
Pengendalian gulma secara fisik
Pengendalian gulma
secara fisik ini dapat dilakukan dengan jalan :
a.
Pengolahan tanah
Pengolahan tanah
dengan menggunakan alat-alat seperti cangkul, garu, bajak, traktor dan
sebagainya pada umumnya juga berfungsi untuk memberantas gulma. Efektifitas
alat-alat pengolah tanah di dalam memberantas gulma tergantung beberapa faktor
seperti siklus hidup dari gulma atau kropnya, dalam dan penyebaran akar, umur
dan ukuran infestasi, macamnya krop yang ditanaman, jenis dan topografi tanah
dan iklim.
b.
Pembabatan (pemangkasan, mowing)
Pembabatan umumnya
hanya efektif untuk mematikan gulma setahun dan relatif kurang efektif untuk
gulma tahunan. Efektivitas cara ini tergantung pada waktu pemangkasan, interval
(ulangan) dan sebagainya. Pembabatan biasanya dilakukan di perkebunan yang
mempunyai krop berupa pohon, pada halaman-halaman, tepi jalan umum, jalan
kereeta pai, padang rumput dan sebagainya. Pembabatan sebaiknya dilakukan pada
waktu gulma menjelang berbunga atau pada waktu daunnya sedang tumbuh dengan hebat.
c.
Penggenangan
Penggenangan efektif
untuk memberantas gulma tahunan. Caranya dengan menggenangi sedalam 15 – 25 cm
selama 3 – 8 minggu. Gulma yang digenangi harus cukup terendam, karena bila
sebagian daunnya muncul di atas air maka gulma tersebut umumnya masih dapat
hidup.
d.
Pembakaran
Suhu kritis yang
menyebabkan kematian pada kebanyakan sel adalah 45 – 550 C,
tetapi biji-biji yang kering lebih tahan daripada tumbuhannya yang hidup. Kematian
dari sel-sel yang hidup pada suhu di atas disebabkan oleh koagulasi pada
protoplasmanya. Pembakaran secara terbatas masih sering dilakukan untuk
membersihkan tempat-tempat dari sisa-sisa tumbuhan setelah dipangkas. Pada
sistem peladangan di luar Jawa cara ini masih digunakan oleh penduduk setempat.
Pembakaran umumnya banyak dilakukan pada tanah-tanah yang non pertanian,
seperti di pinggir-pinggir jalan, pinggir kali, hutan dan tanah-tanah industri.
Keuntungan pembakaran
untuk pemberantasan gulma dibanding dengan pemberantasan secara kimiawi adalah
pada pembakaran tidak terdapat efek residu pada tanah dan tanaman. Keuntungan
lain dari pembakaran ialah insekta-insekta dan hama-hama lain serta penyakit
seperti cendawan-cendawan ikut dimatikan. Kejelekannya ialah bahaya kebakaran
bagi sekelilingnya, mengurangi kandungan humus atau mikroorganisme tanah, dapat
memperbesar erosi, biji-biji gulma tertentu tidak mati, asapnya dapat
menimbulkan alergi dan sebagainya.
e.
Mulsa (mulching, penutup seresah)
Penggunaan mulsa
dimaksudkan untuk mencegah agar cahaya matahari tidak sampai ke gulma, sehingga
gulma tidak dapat melakukan fotosintesis, akhirnya akan mati dan pertumbuhan
yang baru (perkecambahan) dapat dicegah. Bahan-bahan yang dapat digunakan untuk
mulsa antara lain jerami, pupuk hijau, sekam, serbuk gergaji, kertas dan
plastik.
a.
Pengendalian gulma dengan sistem budidaya
Cara pengendalian ini
juga disebut pengendalian secara ekologis, oleh karena menggunakan
prinsip-prinsip ekologi yaitu mengelola lingkungan sedemikian rupa sehingga
mendukung dan menguntungkan pertanaman tetapi merugikan bagi gulmanya. Di dalam
pengendalian gulma dengan sistem budidaya ini terdapat beberapa cara yaitu :
· Pergiliran Tanaman
Pergiliran tanaman
bertujuan untuk mengatur dan menekan populasi gulma dalam ambang yang tidak
membahayakan. Coontoh : padi – tebu – kedelai, padi – tembakau – padi. Tanaman
tertentu biasanya mempunyai jenis gulma tertentu pula, karena biasanya jenis
gulma itu dapat hidup dengan leluasa pada kondisi yang cocok untuk
pertumbuhannya. Sebagai contoh gulma teki (Cyperus rotundus) sering
berada dengan baik dan mengganggu pertanaman tanah kering yang berumur setahun
(misalnya pada tanaman cabe, tomat, dan sebagainya). Demikian pula dengan
wewehan (Monochoria vaginalis) di sawah-sawah. Dengan pergiliran
tanaman, kondisi mikroklimat akan dapat berubah-ubah, sehingga gulma hidupnya
tidak senyaman sebelumnya.
· Budidaya pertanaman
Penggunaan varietas
tanaman yang cocok untuk suatu daerah merupakan tindakan yang sangat membantu
mengatasi masalah gulma. Penanaman rapat agar tajuk tanaman segera menutupi
ruang-ruang kosong merupakan cara yang efektif untuk menekan gulma. Pemupukan
yang tepat merupakan cara untuk mempercepat pertumbuhan tanaman sehingga
mempertinggi daya saing pertanaman terhadap gulma. Waktu tanaman lambat, dengan
membiarkan gulma tumbuh lebih dulu lalu diberantas dengan pengolahan tanah atau
herbisida. Baru kemudian tanaman ditanam pada tanah yang sebagian besar
gulmanya telah mati terberantas.
· Penaungan dengan
tumbuhan penutup (cover crops)
Mencegah perkecambahan
dan pertumbuhan gulma, sambil membantu pertanaman pokoknya dengan pupuk
nitrogen yang kadang-kadang dapat dihasilkan sendiri.
b.
Pengendalian gulma secara biologis
Pengendalian gulma
secara biologis (hayati) ialah pengendalian gulma dengan menggunakan organisme
lain, seperti insekta, fungi, ternak, ikan dan sebagainya. Pengendalian
biologis yang intensif dengan insekta atau fungi biasanya hanya ditujukan
terhadap suatu species gulma asing yang telah menyebar secara luas dan ini
harus melalui proses penelitian yang lama serta membutuhkan ketelitian. Juga
harus yakin apabila species gulma yang akan dikendalikan itu habis, insekta
atau fungi tersebut tidak menyerang tanaman atau tumbuhan lain yang mempunyai
arti ekonomis.
Sebagai contoh
pengendalian biologis dengan insekta yang berhasil ialah pengendalian
kaktus Opuntia spp. Di Australia dengan menggunakan Cactoblastis
cactorum, dan pengendalian Salvinia sp. dengan menggunakan Cyrtobagous
singularis. Demikian juga eceng gondok (Eichhornia crassipes) dapat
dikendalikan secara biologis dengan kumbang penggerek Neochetina bruchi dan Neochetina
eichhorniae. Sedangkan jamur atau fungi yang berpotensi dapat mengendalikan
gulma secara biologis ialah Uredo eichhorniae untuk eceng
gondok, Myrothesium roridum untuk kiambang , dan Cerosporasp.
untuk kayu apu. Di samping pengendalian biologis yang tidak begitu spesifik
terhadap species-species tertentu seperti penggunaan ternak dalam pengembalaan,
kalkun pada perkebunan kapas, ikan yang memakan gulma air dan sebagainya.
c.
Pengendalian gulma secara kimiawi
Pengendalian gulma
secara kimiawi adalah pengendalian gulma dengan menggunakan herbisida. Yang
dimaksud dengan herbisida adalah senyawa kimia yang dapat digunakan untuk
mematikan atau menekan pertumbuhan gulma, baik secara selektif maupun non
selektif. Macam herbisida yang dipilih bisa kontak maupun sistemik, dan
penggunaannya bisa pada saat pratanam, pratumbuh atau pasca tumbuh. Keuntungan
pengendalian gulma secara kimiawi adalah cepat dan efektif, terutama untuk
areal yang luas. Beberapa segi negatifnya ialah bahaya keracunan tanaman,
mempunyai efek residu terhadap alam sekitar dan sebagainya. Sehubungan dengan
sifatnya ini maka pengendalian gulma secara kimiawi ini harus merupakan pilihan
terakhir apabila cara-cara pengendalian gulma lainnya tidak berhasil. Untuk
berhasilnya cara ini memerlukan dasar-dasar pengetahuan yang cukup dan untuk
itu akan diuraikan tersendiri lebih lanjut.
d.
Pengendalian gulma secara terpadu
Yang dimaksud dengan
pengendalian gulma secara terpadu yaitu pengendalian gulma dengan menggunakan
beberapa cara secara bersamaan dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang
sebaik-baiknya.
III.
PENUTUP
Walaupun telah dikenal beberapa cara
pengendalian gulma antara lain secara budidaya, fisik, biologis dan kimiawi
serta preventif, tetapi tidak satupun cara-cara tersebut dapat mengendalikan
gulma secara tuntas. Untuk dapat mengendalikan suatu species gulma yang
menimbulkan masalah ternyata dibutuhkan lebih dari satu cara pengendalian.
Cara-cara yang dikombinasikan dalam cara pengendalian secara terpadu ini
tergantung pada situasi, kondisi dan tujuan masing-masing, tetapi umumnya
diarahkan agar mendapatkan interaksi yang positif, misalnya paduan antara
pengolahan tanah dengan pemakaian herbisida, jarak tanam dengan penyiangan,
pemupukan dengan herbisida dan sebagainya, di samping cara-cara pengelolaan
pertanaman yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
[Tyas].
2010. Persaingan Gulma Teki dengan
Tanaman Kedelai.
http://breederlife.blogspot.com/2010/02/persaingan-gulma-teki-dengan-tanaman.html/
(diakses 23 Desember 2010).
Ashton,
F. M. adnd T. J. Monaco. 1991. Weed
Science: Principles and Pratice. 3rd Ed. John Wiley and Sons, Inc.: New
York. 466 p.
Eprim,
Yeheskiel Sah. 2006. Periode Kritis
Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) Terhadap Kompetisi Gulma Pada Beberapa
Jarak Tanam di Lahan Alang-alang (Imprata cylindrica (L.)Beauv.). Skripsi.
Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Fadhly,
A.F. dan Tabri, F. 2004. Pengendalian
Gulma pada Pertanaman Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros.
Goldsworthy, P. R. dan N.M. Fischer. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik.
Gadjah Mada University Press: Yogyakarta. 874 hal.
Smith,
J. R. 1981. Weed of Majpr Economic
Importance in Rice and Yields Loisses Due to Weed Competition. P 19-36. In
Procidings of The Conference on Weed Control of Rice. IRRI. Manila.
Philippines.
Sudarmo,
RM. 1997. Pengendalian Serangga Hama
Sayuran dan Palawija. Jakarta: Kanisius.
No comments:
Post a Comment