LAPORAN PRAKTIKUM
BIOTEKNOLOGI
TERAPAN
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Bioteknologi Terapan
Dosen pengampu : Ir. H. Rukmi
Disusun oleh :
Nurul Sofiati (2009-41-003)
PROGRAM STUDY
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MURIA
KUDUS
2011
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………. ii
BAB I. PEMBUATAN
TAPE SINGKONG.,…………………………………………… 1
A.
LANDASAN TEORI…………………………………………………………… 1
B.
HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………………. 2
C.
KESIMPULAN…………………………………………………………………. 3
BAB II. PEMBUATAN
TEMPE……………………………………………………….. 3
A.
LANDASAN TEORI…………………………………………………………….. 3
B.
HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………………… 4
C.
KESIMPULAN…………………………………………………………………… 5
BAB III. PEMBUATAN
YOGHURT…………………………………………………… 5
A.
LANDASAN TEORI…………………………………………………………… 5
B.
HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………….………… 5
C.
KESIMPULAN………………………………………………………………… 6
BAB IV. PEMBUATAN
NATA DE COCO…………………………………………….. 8
A.
LANDASAN TEORI…………………………………………………………… 8
B.
HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………………….. 8
C.
KESIMPULAN…………………………………………………………………… 9
BAB V. PEMBUATAN BIBIT NATA DE
COCO…………………………………..… 10
A.
LANDASAN TEORI………………………………………………………….. 10
B.
HASIL DAN PEMBAHASAN………….……………………………………… 10
C.
KESIMPULAN…………………………………………………………………. 11
BAB VI. PEMBUATAN
KEJU………………………………………………………… 12
A.
LANDASAN TEORI…………………………………………………………… 12
B.
HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………………… 12
C.
KESIMPULAN………………………………………………………………….. 13
BAB VII. PEMBUATAN MINUMAN
BERALKOHOL………………………………. 14
A.
LANDASAN TEORI…………………………………………………………… 14
B.
HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………………. 14
C.
KESIMPULAN…………………………………………………………………. 15
BAB VIII. PEMBUATAN
KECAP……………………………………………………. 16
A.
LANDASAN TEORI…………………………………………………………… 16
B.
HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………………… 17
C.
KESIMPULAN………………………………………………………………….. 18
DAFTAR PUSTAKA………………………………………......................................... 19
BAB I
PEMBUATAN TAPE
SINGKONG
A.
LANDASAN TEORI
Tape adalah sejenis
penganan yang dihasilkan dari proses peragian (fermentasi). Tape bisa dibuat
dari singkong (ubi kayu) dan hasilnya dinamakan "tape singkong".
Pembuatan tape memerlukan kecermatan dan kebersihan yang tinggi agar
singkong atau ketan dapat menjadi lunak karena proses fermentasi yang baik.
Ragi adalah bibit jamur yang digunakan untuk membuat tape. Agar pembuatan tape
berhasil dengan baik alat-alat dan bahan-bahan harus bersih, terutama dari
lemak atau minyak. Alat-alat yang berminyak jika digunakan untuk mengolah
pembuatan tape bisa menyebabkan kegagalan fermentasi. Air juga harus bersih.
Menggunakan air hujan juga bisa menyebab kangagal fermentasi.
Selain dimakan
langsung, tape juga enak dijadikan olahan lain atau dicampur dengan makanan
atau minuman lain. Seperti tape pulut sangat enak untuk campuran cendol atau es
campur, bisa juga diolah kembali menjadi wajik atau dodol. Sedangkan tape
singkong selain bisa dijadikan campuran cendol, es campur atau es doger, bisa
juga dibuat makanan gorengan rondo royal (tape goreng), colenak, dll.
B.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil
pengamatan praktikum pembuatan tepe singkong kelompok II dinyatakan berhasil
dalam proses fermentasi singkong (ubi kayu).
Pada dasarnya ada dua tipe tape
yaitu tape ketan dan tape singkong. Tape memiliki rasa manis dan sedikit
alkohol dengan aroma yang menyenangkan, bertekstur lunak dan berair.
Tape sebagai produk makanan cepat
rusak karena adanya fermentasi lanjut setelah kondisi optimum fermentasi
tercapai, sehingga harus segera dikonsumsi. Namun demikian, jika disimpan dalam
tempat yang dingin dapat bertahan 2 minggu. Hasil dari fermentasi lanjut adalah
produk yang asam beralkohol yang menjadi tidak enak untuk dikonsumsi.
Reaksi Reaksi dalam
fermentasi singkong menjadi tape adalah glukosa (C6H12O6)
yang merupakan gula paling sederhana , melalui fermentasi akan menghasilkan
etanol (2C2H5OH). Reaksi fermentasi ini dilakukan oleh
ragi, dan digunakan pada produksi makanan.
Persamaan Reaksi
Kimia:
C6H12O6 + 2C2H5OH
+ 2CO2 + 2 ATP Penjabarannya: Gula (glukosa, fruktosa, atau
sukrosa) + Alkohol (etanol) + Karbon dioksida + Energi
|
C.
KESIMPULAN
Dari hasil dan pembahasan pada praktikum pembuatan tape singkong diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan sebagai berikut:
1.
Proses fermentasi
ini dilakukan secara bioteknologi konvensional (tradisional)
2.
Tape singkong
dihasilkan dalam proses fermentasi ragi yang merupakan inokulum biakan dari
mikrobia Sacaromyces cerevisiae.
3.
Pada proses
fermentasi ini didapatkan tiga tahap, yaitu:
a.
Pada hari pertama
akan tumbuh kapang dan khamir bermiselia terutama organisme yang mampu merombak
pati menjadi gula. Sehingga hari pertama tape akan berasa manis namun masih
keras dan tedapat miselia semu keputih2an di permukaan bahan.
b.
Pada hari kedua, dengan adanya gula maka
khamir akan tumbuh dan menghasilkan alkohol krn oksigen telah berkurang.
c.
pada hari ektiga
alkohol ini akan dioksidasi oleh bakteri lainnya menjadi asam organik terutama
asam asetat.
BAB II
PEMBUATAN TEMPE
A.
LANDASAN TEORI
Indonesia merupakan
negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak
50% dari konsumsi kedelai Indonesia dilakukan dalam bentuk tempe, 40% tahu, dan 10%
dalam bentuk produk lain (seperti tauco, kecap, dan
lain-lain). Konsumsi tempe rata-rata per orang per tahun di Indonesia saat ini
diduga sekitar 6,45 kg.
Warna
putih pada tempe disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan
biji kedelai. Tekstur kompak juga disebabkan oleh mise1ia jamur yang
menghubungkan biji-biji kedelai tersebut.
Tempe
merupakan sumber vitamin B yang sangat potensial. Jenis vitamin yang terkandung
dalam tempe antara lain vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), asam pantotenat,
asam nikotinat (niasin), vitamin B6 (piridoksin), dan B12 (sianokobalamin).
A.
Hasil dan Pembahasan
Dari hasil pengamatan praktikum pembuatan tempe kelompok
II dinyatakan berhasil dalam proses fermentasi tempe kedelai.
Menurut
Sorenson dan Hesseltine (1986), Rhizopus sp tumbuh baik pada kisaran pH
3,4-6. Pada penelitian semakin lama waktu fermentasi, pH tempe semakin
meningkat sampai pH 8,4, sehinggajamur semakin menurun karena pH tinggi kurang
sesuai untuk pertumbuhan jamur.
Rhizopus
oligosporus menghasilkan enzim-enzim protease. Perombakan senyawa kompleks protein
menjadi senyawa-senyawa lebih sederhana adalah penting dalam fermentasi tempe,
dan merupakan salah satu faktor utama penentu kualitas tempe, yaitu sebagai
sumber protein nabati yang memiliki nilai cerna amat tinggi.
Persamaan Reaksi Kimia:
C6H12O6 → 2C2H5OH
+ 2CO2 + 2 ATP (Energi yang dilepaskan:118 kJ per mol)
|
Dijabarkan sebagai:
Dalam
proses fermentasi tempe ini kedelai yang mengandung protein dirombak oleh fungi
Rizopus oligosporus sehingga mengeluarkan enzim protease yang dapat merombak
asam-asam amino. Enzim ini menghendaki media yang sesuai pertumbuhannya.
B.
KESIMPULAN
Dari hasil dan pembahasan diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan sebagai
berikut:
1.
Proses fermentasi pembuatan tempe dilakukan dengan cara
bioteknologi konvensional (tradisional).
2.
Tempe didapatkan dari hasil proses fermentasi ragi yang
merupakan inokulum biakan di mikrobia Rhizopus sp.
3.
Pada proses fermentasi ini kapang tumbuh pada permukaan dan
menembus biji-biji kedelai, menyatukannya menjadi tempe.
4.
Selama terjadi proses fermentasi kedelai akan mengalami
perubahan kimianya maupun fisiknya,.
5.
Pada saat proses fermentasi itu berjalan lama, maka protein
dab asam lemak juga semakin menurun
6.
Kadar protein tertinggi akan diperoleh pada lamanya waktu
fermentasi sekitar 24 jam.
BAB III
PEMBUATAN YOGHURT
A.
LANDASAN TEORI
Susu merupakan suatu
emulsi lemak dalam air yang mengandung beberapa senyawa terlarut. Agar lemak
dan air dalam susu tidak mudah terpisah, maka protein susu bertindak sebagai
emulsifier (zat pengemulsi).
Produk fermntasi
susu yang paling terkenal adalah yogurt. Yogurt sudah dikenal lama dan paling
luas dikonsumsi oleh masyarakat. Selain masih dibuat di rumah-rumah secara
tradisional, setiap hari ribuan pabrik besar kecil memasukkan biakan bakteri
yogurt ke dalam bergentong-gentong susu, menghasilkan produk yogurt dengan
berbagai merek dan bentuk yang bertengger di rak-rak pasar swalayan, di menu
restoran, juga di kotak-kotak es krim. Yogurt sudah menjadi ikon di industri
pengolahan susu.
Selain dibuat dari
susu segar, yoghurt juga dapat dibuat dari susu skim (susu tanpa lemak) yang
dilarutkan dalam air dengan perbandingan tertentu, tergantung kepada kekentalan
produk yang diinginkan.
Segala macam jenis
susu dapat digunakan untuk pembuatan yogurt, mulai dari susu sapi dan kambing,
kuda dan unta, susu nabati dari kedelai, kecipir, almond, kacang tanah, santan,
dan sebagainya. Variasi susu yang digunakan dapat berupa susu segar, susu cair
dalam botol/karton, susu krim, susu skim, atau susu bubuk yang telah dicampur
kembali dengan air. Meski demikian, sebaiknya tidak menggunakan susu kental
manis karena terlalu banyak mengandung gula. Juga perlu diperhatikan bahwa ada
produk susu cair dan bubuk yang mengandung pengawet, sehingga menghambat
pertumbuhan bakteri yogurt. Jenis susu seperti demikian tidak dapat dijadikan
yogurt.
B.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Dari hasil
pengamatan praktikum pembuatan yoghurt kelompok II dinyatakan berhasil dalam
proses fermentasi susu.
Menurut salah satu
definisi resmi (Codex Alimentarius, 1975), yogurt adalah "sejenis
produk susu terkoagulasi, diperoleh dari fermentasi asam laktat tertentu
melalui aktivitas Lactobacillus delbrueckii var. bulgaricus dan Streptococcus
salivarius var. thermophilus, di mana mikroorganisme dalam produk akhir
harus hidup-aktif dan berlimpah". Jadi seperti telah diceritakan di awal,
yogurt sebetulnya hanyalah salah satu jenis susu fermentasi, dibuat dari susu dengan
bantuan makhluk-makhluk kecil yang dinamakan mikroba. Yang membedakan
masing-masing produk susu fermentasi adalah jenis bakterinya. Sebagai contoh,
dalam yogurt terdapat dua jenis bakteri asam laktat yang hidup berdampingan dan
bekerja sama: Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus.
Keduanya menghasilkan asam laktat yang menggumpalkan susu menjadi yogurt. Kegiatan
bakteri inilah yang menjadi sumber sebagian besar manfaat yogurt.
Yogurt dibuat
dengan bantuan dua jenis bakteri menguntungkan, satu dari keluarga lactobacillus
yang berbentuk batang (Lactobacillus bulgaricus) dan lainnya dari
keluarga streptococcus yang berbentuk bulat (Streptococcus thermophilus).
Prinsip pembuatan
yoghurt adalah fermentasi susu dengan menggunakan bakteri Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Kedua macam bakteri
tersebut akan menguraikan laktosa (gula ásusu) menjadi asam laktat dan berbagai
komponen aroma dan citarasa. Lactobacillus bulgaricus lebih berperan pada
pembentukan aroma, sedangkan Streptococcus thermophilus lebih berperan pada
pembentukan citarasa yoghurt. Yoghurt yang baik mempunyai total asam laktat
sekitar 0,85-0,95%. Sedangkan derajat keasaman (pH) yang sebaiknya dicapai oleh
yoghurt adalah sekitar 4,5.
C.
KESIMPULAN
Dari hasil dan pembahasan praktikum pembuatan yoghurt diatas dapat ditarik sebuah
kesimpulan sebagai berikut:
1.
Yoghurt dihasilkan dari fermentasi asam laktat melalui
aktifitas bakteri Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococus
thermophilus.
2.
Dari kedua bakteri tersebut akan menguraikan laktosa menjadi
asam laktat dan berbagai komponen aroma dan citarasa.
3.
Lactobacillus bulgaricus lebih berperan pada pembentukan
aroma, sedangkan Streptococcus thermophilus lebih berperan pada
pembentukan citarasa yoghurt.
4.
Yoghurt yang baik mempunyai total asam laktat sekitar
0,85-0,95%.
5.
Derajat keasaman (pH) yang sebaiknya dicapai oleh yoghurt
adalah sekitar 4,5.
BAB IV
PEMBUATAN NATA DE COCO
A.
LANDASAN TEORI
Nata de coco adalah hidangan penutup yang terlihat seperti jeli, berwarna putih
hingga bening dan bertekstur kenyal. Makanan ini dihasilkan dari fermentasi air kelapa, dan mulanya
dibuat di Filipina. "Nata de
coco" dalam bahasa Spanyol berarti "krim kelapa".
Krim yang dimaksudkan adalah santan kelapa. Penamaan nata de coco dalam bahasa
Spanyol karena Filipina pernah menjadi koloni Spanyol.
Acetobacter xylinum adalah genus schizomycetes dari
famili pseudomonadaceae, ordo pseudomonadales, sebagai sel berbentuk elips
sampai berbentuk batang, sendiri-sendiri atau berpasangan, berantai pendek atau
panjang, penting karena perannya pada penyelesaian siklus karbon dan pembuatan
cuka. (kamus kedokteran Dorland, 1996)
Dalam bakteri tersebut tumbuh dan berkembang dengan
derajat keasaman atau pH 3-4. Mikroba yang aktif dalam pembuatan nata adalah
bakteri pembentuk asam asetat yaitu Acetobacter xylinum. Mikroba ini dapat
merubah gula menjadi selulosa. Jalinan selulosa inilah yang membuat nata
terlihat putih. Tahap-tahap yang perlu dilakukan dalam pembuatan nata adalah
persiapan media, starter, inokulasi, fermentasi atau pengeraman, pemanenan,
penghilangan asam dan pengawetan.
B.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Dari hasil pengamatan praktikum
pembuatan Nata de coco kelompok II dinyatakan tidak berhasil dari proses
fermentasi air kelapa.
Asam asetat atau
asam cuka digunakan untuk menurunkan pH atau meningkatkan keasaman air kelapa.
Asam asetat yang baik adalah asam asetat glacial (99,8%). Asam asetat dengan
konsentrasi rendah dapat digunakan, namun untuk mencapai tingkat keasaman yang
diinginkan yaitu pH 4,5 – 5,5 dibutuhkan dalam jumlah banyak. Selain asan
asetat, asam-asam organik dan anorganik lain bisa digunakan.
pembuatan Nata De Coco, terdapat
beberapa pokok bahasan yang perlu disampaikan. Adapun pembahasannya adalah
sebagai berikut :
1.
Dalam proses
penimbangan sebaiknya dilakukan teliti karena apabila terjadi kesalahan maka
resiko yang akan terjadi adalah kegagalan.
2.
Pemberian bibit dilakukan pada waktu adonan sudah
benar-benar dingin.
3.
Pemakaian ZA dalam pembuatan Nata De Coco digunakan untuk medium fermentasi bakteri karena ZA merupakan sumber nitrogen
yang dibutuhkan Acetobacter xylinum untuk fermentasi
.
C.
KESIMPULAN
Dari praktikum pembuatan Nata De Coco
yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Ketelitian penimbangan bahan merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam
praktikum ini baik dalam pembuatan Nata De Coco
2. Pemberian bibit juga
mempengaruhi,karena pemberian bibit pada saat kondisi panas dapat menimbulkan
kegagalan.
3. Pemakaian ZA pada pembuatan Nata De Coco aman untuk dikonsumsi jika dalam
penambahannya dibawah ambang batas.
BAB V
PEMBUATAN BIBIT NATA DE COCO
A.
LANDASAN TEORI
Bibit nata adalah bakteri Acotobacter xylinum yang akan dapat
membentuk serat nata jika ditumbuhkan dalam ampas buah nanas yang sudah diperkaya
dengan karbon dan nitrogen melalui proses
yang terkontrol. Dalam kondisi demikian, bakteri tersebut akan menghasilkan enzim
yang dapat menyusun zat gula menjadi ribuan rantai serat atau selulosa. Dari jutaan renik
yang tumbuh pada ampas buah nanas tersebut, akan dihasilkan jutaan lembar
benang-benang selulosa yang akhirnya nampak padat berwarna putih hingga transparan.
Acetobacter Xylinum dapat tumbuh
pada pH 3,5 – 7,5, namun
akan tumbuh optimal bila pH nya 4,3, sedangkan suhu ideal bagi pertumbuhan
bakteri Acetobacter Xylinum pada suhu 28°– 31 °C. Bakteri ini sangat
memerlukan oksigen.
Asam asetat yang baik adalah asam
asetat glacial (99,8%). Asam asetat dengan konsentrasi rendah dapat digunakan,
namun untuk mencapai tingkat keasaman yang diinginkan yaitu pH 4,5 – 5,5
dibutuhkan dalam jumlah banyak. Selain asan asetat, asam-asam organik dan
anorganik lain bisa digunakan.
B.
HASIL DAN BAHAN
Dari hasil pengamatan praktikum
pembuatan yoghurt kelompok II dinyatakan tidak berhasil dalam proses fermentasi
buah nanas.
Nenas mengandung kadar
asam yang lebih tinggi dibandingkan dengan air kelapa. Pada percobaan kmren,
kita terlalu banyak menambahkan asam cuka nya, sehingga pada saat pemanenan,
hanya terbentuk nata dibeberapa lapisan atas saja sedangkan yang bagian
bawahnya tidak terbentuk nata. Ini dikarenakan terlalu banyak penambahkan asam
pada saat pencampuran filtrate di proses atas. Tetapi nata yang dihasilkan cukup
kenyal juga bila dibandingkan dengan nata air kelapa.
Pembuatan
starter dilakukan dengan tanpa menginokulasikan Acetobacter
xylinum pada medium yang dibuat dari nanas, air, dan gula pasir.
Perbandingan nanas : air : gula pasir sebesar 6:3:1 dengan prosedur kerja
sebagai berikut:
1. Buah
nanas yang digunakan adalah buah yang matang, kemudian dikupas dan dicuci
dengan bersih.
2. Memotong buah nanas menjadi potongan yang
kecil-kecil kemudian diblender
3. Memeras hancuran nanas sampai sari-sarinya
habis
4. Mencampurkan sari nanas tersebut dengan air
dan gula pasir dengan perbandingan 6:3:1
5. Mengaduk semua bahan sampai tercampur secara
merata
6. Memasukkan campuran tersebut ke dalam botol
jam dan ditutup rapat serta didiamkan selama 2-3 minggu sampai terbentuk
lapisan putih diatasnya.
Dari praktikum yang telah
dilaksanakan dalam pembuatan bibit nata, adapun permasalahan yang menyebabkan
kegagalan dan beberapa pokok bahasan. Adapun penyebab dan pembahasanya adalah:
1.
Dalam
proses penimbangan sebaiknya dilakukan teliti karena apabila terjadi kesalahan
maka resiko yang akan terjadi adalah kegagalan.
2.
Dalam
pembuatan bibit, masalah yang perlu diperhatikan adalah kontaminasi. Maka
proses sterilisasi sangat diperlukan dalam mengurangi resiko terjadinya
kontaminasi.
3.
Setelah
satu minggu, lapisan bibit Nata mulai terlihat yang ditandai dengan adanya lapisan putih
pada bagian atas, tapi ini yang tidak timbul pada praktikum ini..
C.
KESIMPULAN
Dari praktikum pembuatan Bibit Nata De Coco yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
1.
Kelompok III ini mengalami kegagalan.
2.
Kegagalan tersebut kemungkinan dikarenakan saat penimbangan
atau perbandingan antara ampas nanas, gula, dan airnya yang kurang atu juga
bias lebih.
3.
Peralatan yang kurang bersih juga jadi permasalahannya yang
mengakibatkan kontaminasi.
BAB VI
PEMBUATAN KEJU
A.
LANDASAN TEORI
Keju adalah
suatu produk pangan yang berasal dari penggumpalan(koagulasi) protein susu.
Keju merupakan makanan yang dibuat dari dadih susu. Dadih diperoleh dengan
menggumpalkan bagian kasein atau protein susunya.
Susu yang
digunakan untuk pembuatan keju adalah susu sapi walaupun susu dari hewan
lainnya juga dapat digunakan. Selain kasein (protein susu), komponen susu
lainnya seperti lemak, mineral-mineral dan vitamin-vitamin yang larut dalam
lemak ikut terbawa dalam gumpalan partikel-partikel kasein. Sedangkan komponen
susu yang larut dalam air tertinggal pada larutan sisa hasil penggumpalan
kasein yang disebut whey.
B.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Dari hasil pengamatan praktikum
pembuatan yoghurt kelompok II dinyatakan berhasil.
Lactococcus merupakan bakteri mesofilik
penghasil asam yang pentingdalam fermentasi susu. Lactococcus lactis memiliki bentuk sel cocci (bulat) yang terdapat sebagai rantai
pendek, walaupun sel tunggal atau sel berpasangan juga kadang ditemukan.
Termasuk ke dalam bakteri Gram positif, non motil dan dan tidak membentuk
spora. Bersifat homofermentatif, karena jika terdapat dalam media susu maka 95%
produk akhirnya berupa asam laktat.
Proses pembentukan keju
meliputi 5langkah proses penting, yaitu pengasaman, koagulasi, dehidrasi,
pembentukan atau pemotongan, dan penggaraman (Irvine & Hill, 1985).
Proses pembuatan keju relatif mudah dan murah, serta
keju yang diperoleh, memiliki banyak nutrisi bagi tubuh. Olehkarena itu dalam
praktikum ini akan dilakukan proses pembuatan keju yang berasal dari jenis susu yang berbeda-beda (susu segar,
skim, dan full cream) dengan proses pengasaman untuk
diuji kualitasnya secara sensoris (warna, rasa, aroma dan tekstur).
Walaupun susu banyak mengandung
mikronutrien yang penting bagi nutrisi tubuh, namun teknologi pengolahan susu
lebih banyak ditentukan oleh makronutriennya yaitu protein, lemak dan laktosa,
serta beberapa mineral seperti kalsium, fosfat dan sitrat. Sifat dari penyususn
utama susu tersebut memiliki pengaruh yang besar dalam pembuatan keju ( Fox,
2000)
Berdasarkan
teksturnya, keju diklasifikasikan menjadi :
1. Keju sangat keras
(kadar air ± 30%)
2. Keju keras (kadar air sekitar 30-40%)
3. Keju semi keras (kadar air 40-50%
4. Keju lunak (kadar air sekitar 50-75%)
C. KESIMPULAN
Dari praktikum pembuatan Keju yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
1.
Bakteri
mesofilik penghasil asam yang penting dalam fermentasi susu yaitu Lactococcus.
2.
Lactococcus
termasuk ke dalam bakteri Gram positif, non motil dan dan tidak membentuk
spora. Bersifat homofermentatif, karena jika terdapat dalam media susu maka 95%
produk akhirnya berupa asam laktat.
3.
Proses pembentukan
keju meliputi 5langkah proses penting, yaitu pengasaman, koagulasi, dehidrasi,
pembentukan atau pemotongan, dan penggaraman
4.
Ada empat benruk tekstur keju seperti
yang dikelaskan pada pembahasan.
BAB VII
PEMBUATAN MINUMAN BERALKOHOL
A.
LANDASAN TEORI
Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etanol.
Etanol adalah bahan psikoaktif dan konsumsinya menyebabkan penurunan kesadaran.
Di berbagai negara, penjualan minuman beralkohol dibatasi ke sejumlah kalangan
saja, umumnya orang-orang yang telah melewati batas usia tertentu (Sriyani,
2008).
Pada abad 15, pembuatan bir di
Jerman menggunakan teknik fermetasi yang berbeda. Prosesnya dilakukan dengan
proses fermentasi dasar, bukan fermentasi di atas bahan bakunya. Bir yang
dihasilkan disebut dengan lager (dari bahasa Jerman: Lagern = menyimpan) karena
bir pada masa itu dibuat pada musim dingin dan membutuhkan es untuk menyimpannya
pada musim panas (Anonim, 2007).
B.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Dari hasil pengamatn prealtikum
pembuatan minuman beralkohol kelompok II dinyatakan berhasil dari fermentasi
buah anggur hitam.
Bir secara harfiah berarti segala minuman beralkohol
yang diproduksi melalui proses fermentasi bahan berpati dan tidak melalui
proses penyulingan
setelah fermentasi. Proses pembuatan bir disebut brewing. Walaupun secara umum bir merupakan minuman beralkohol, ada
beberapa variasi dari dunia Barat yang dalam pengolahannya membuang hampir
seluruh kadar alkoholnya, menjadikan apa yang disebut dengan bir
tanpa alkohol (Kamusarea, 2009).
Minuman
beralkohol dengan takaran tertentu berdampak positif bagi jantung dan pembuluh
darah. Beberapa penelitan tersebut merumuskan bahwa meminum alkohol persentase
rendah-sedang sebanyak 1 – 2 gelas kecil (sloki) setiap hari dapat mengurangi
resiko serangan jantung maupun stroke sebesar 30 – 40 %.
Pada
fermentasi ini mikroba yang nerperan yaitu, saccharomyces carlsbergensi dan
S.cerevisae Ragi yang dipakai dalam pembuatan bir diklasifikasikan sebagai top
yeast atau bottom yeast. Top yeast akan mengapung pada
permukaan campuran fermentasi (ale), sedangkan bottom yeast, mengendap
pada dasar gelas fermentasi.
C.
KESIMPULAN
Dari praktikum pembuatan minuman beralkohol yang telah
dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1.
Proses pembuatan
bir hanya melalui fermentasi saja.
2. Meminum alkohol persentase
rendah-sedang sebanyak 1 – 2 gelas kecil (sloki) setiap hari dapat mengurangi
resiko serangan jantung maupun stroke sebesar 30 – 40 %.
3.
Mikroba yang
berperan pada saat fermentasi yaitu saccharomyces carlsbergensi dan S.cerevisae
4.
Ragi
yang dipakai dalam pembuatan bir diklasifikasikan sebagai top yeast atau
bottom yeast.
5. Top yeast akan mengapung pada permukaan
campuran fermentasi (ale), sedangkan bottom yeast, mengendap pada dasar
gelas fermentasi.
BAB VIII
PEMBUATAN KECAP KEDELAI
A.
LANDASAN TEORI
Kedelai merupakan bahan pangan sumber protein dan lemak nabati yang sangat
penting peranannya dalam kehidupan. Asam amino yang terkandung dalam proteinnya
tidak selengkap protein hewani, namun penambahan bahan lain seperti wijen,
jagung atau menir adalah sangat baik untuk menjaga keseimbangan asam amino
tersebut.
Kedelai mengandung protein 35 % bahkan
pada varitas unggul kadar proteinnya dapat mencapai 40 - 43 %. Kedelai dapat
diolah menjadi: tempe, keripik tempe, tahu, kecap, susu, dan lain-lainnya.
Proses pengolahan kedelai menjadi berbagai makanan pada umumnya merupakan
proses yang sederhana, dan peralatan yang digunakan cukup dengan alat-alat yang
biasa dipakai di rumah tangga, kecuali mesin pengupas, penggiling, dan cetakan.
Kecap adalah bumbu dapur atau penyedap makanan yang berupa cairan berwarna hitam yang rasanya manis
atau asin. Bahan dasar pembuatan kecap umumnya adalah kedelai atau kedelai
hitam. Namun adapula kecap yang dibuat dari bahan dasar air kelapa yang umumnya
berasa asin. Kecap manis biasanya kental dan terbuat dari kedelai, sementara kecap asin lebih cair dan terbuat dari kedelai dengan komposisi garam yang lebih banyak, atau bahkan ikan laut. Selain berbahan dasar kedelai atau
kedelai hitam bahkan air kelapa, kecap juga dapat dibuat dari ampas padat dari
pembuatan tahu.
Pada proses pembuatan kecap ada langkah -langkah yang perlu dipersiapkan
terutama penyiapan bahan-bahan dan peralatan yang dibutuhkan termasuk bahan
baku adalah kedelai dan bahan pembantu yaitu jamur, gula kelapa, garam,
garam, bumbu, air. Pada dasarnya cara membuat kecap kedelai terdiri dari empat
tahapan besar yaitu perebusan biji kedelai yang telah disortir penjamuran atau
fermentasi , penggaraman dan perebusan akhir.
B.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil pengamatan praktikum pembuatan kecap kelompok III
dinyatakan tidak berhasil.
Kecap
yang dibuat secara fermentasi biasanya mempunyai cita rasa dan aroma yang lebih
disukai konsumen. Pada prinsipnya pembuatan kecap secara fermentasi berkaitan
dengan penguraian protein, lemak, dan karbohidrat menjadi asam amino, asam
lemak, dan monosakarida (Koswara, 1997).
Kecap
adalah cairan hasil fermentasi bahan nabati atau hewani berprotein tinggi di dalam larutan garam. Kecap
berwarna coklat tua, berbau khas, rasa asin
dan dapat mempersedap rasa masakan. Ragi
yang digunakan dapat berupa jamur tempe (Rhizopus
sp), biakan murni jamur Aspergillus
sp. Bahan baku kecap
yang paling banyak diolah menjadi kecap
adalah kedelai.
Pada proses pembuatan kecap ada langkah -langkah yang perlu dipersiapkan
terutama penyiapan bahan-bahan dan peralatan yang dibutuhkan termasuk bahan
baku adalah kedelai dan bahan pembantu yaitu jamur, gula kelapa, garam,
garam, bumbu, air. Pada dasarnya cara membuat kecap kedelai terdiri dari empat
tahapan besar yaitu perebusan biji kedelai yang telah disortir penjamuran atau
fermentasi , penggaraman dan perebusan akhir.
Ketidak keberhasilanya dikarenakan:
a.
Waktu pencucian
kedelai yang kurang bersih bisa menimbulkan kegagalan.
b.
Peralatan yang
tidak bersih juga bias memicu kegagalan.
c.
Penimbangan
bahan-bahan yang kurang sesuai.
d.
Pada
proses fermentasi padatan (Kapang tempe atau Rhizopus sp,) harus mengunakan ragi yang berkualitas baik
e.
Pada
proses fermentasi cair (pengaraman) garam yang diberikan tidak boleh terlalu
sedikit karena garam merupakan senyawa yang selektif terhadap pertumbuhan
mikrobia kecap, dan
f.
Pengaraman
harus mengunakan air steril atau aquades.
C.
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil dan pembahasan pembuatan kecap diatas dapat ditarik sebuah simpulan yaitu
sebagai berikut:
1)
Pembutan
kecap kelompok II dinyatakan tidak berhasil
2)
Kecap merupakan produk fermentasi kedelai yang digunakan sebagai bahan penyedap dan peambah rasa pada makanan
3)
Proses
fermentasi kecap terdiri dari 2 tahap yaitu:
a.
fermentasi cair ( pengaraman 20-30% )
b. Fermentasi padat (Kapang tempe
atau Rhizopus sp,)
4)
Faktor
yang menpengaruhi keberhasilan dan kegagalan proses fermentasi kecap yaitu:
a.
Faktor
kebersihan pada alat dan bahan(sterilitas)
b.
Kapang
tempe atau Rhizopus sp,
harus mengunakan ragi yang berkualitas baik
c.
Pengaraman
tidak boleh terlalu sedikit atau jga melampaui batas karena akan mengakibatkan kegagalan
d.
Pengaraman
harus mengunakan air steril atau aquades.
DAFTAR PUSTAKA
Byron H. Webb,
Ph.D. (editor), Byproducts from Milk, edisi kedua, The AVI
Publishing
Company, Inc., 1970.
Leon Chaitow dan Natasha Trenev,
Probiotics: How Live Yogurt and Other
Friendly Bacteria can Restore
Health and Vitality, Thornsons, 1990.
Linda K. Fuller, Yogurt, Yogourt,
Youghourt: An International Cookbook, Food Products Pr., 1994.
R. C. Chandan, Yogurt:
Nutritional and Health Properties, National Yogurt Association, 1989.
Rena Cross, New Honey and Yogurt
Recipes, Foulsham & Co. Ltd., London,
Kosikowski,
F.V., and V.V. Mistry. Cheese and Fermented Milk Foods. Volume 1: Origins
and Principles . 3rd ed. Westport, Conn.: F.V. Kosikowski, 1997.
Astawan, M dan Mita W, Teknologi
pengolahan pangan nabati tepat guna.
Jakarta : Akademika Pressindo,
1991. Hal 122-125.
Cara pembuatan kecap. Jakarta : Proyek
Peningkatan kesadaran
Masyarakat Atas Kelestarian
Kualitas Lingkungan Hidup, 1975. 3 hal.
Soedjarwo, E. Kecap kecipir. Jakarta :
PT. Penebar Swadaya, 1982. 16 hal.